Berpuasa di bulan Ramadhan sejatinya dapat menjadi ajang pelatihan pola makan yang baik agar tubuh kita tetap sehat. Hal ini terjadi karena dengan berpuasa terdapat pengurangan jam makan.
Dr.dr. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH, spesialis penyakit dalam dan konsultan penyakit lambung dan pencernaan, RSUP Cipto Mangunkusumo mengatakan umumnya kita di Indonesia ini mengkonsumsi makan 3 kali dalam sehari. Saat berpuasa kita hanya mengonsumsi makan 2 kali. Hikmah sosialnya adalah kita ikut merasakan bagaimana orang lain yang sehari-hari karena ketidakmampuannya hanya makan 2 kali sehari.
Penelitian-penelitian yang dilakukan seputar puasa termasuk juga di RSCM, umumnya menunjukkan bahwa terjadi pembatasan kalori selama berpuasa. Hal ini juga akan berdampak pada penurunan berat badan biasanya berkisar 5 % diakhir puasa, penurunan kolesterol dan kadar asam urat serta gula darah menjadi terkontrol.
Dampak lain kita mengurangi asupan kalori juga mengurangi radikal bebas dan meningkatkan anti oksidan sehingga akhirnya akan memperlambat proses degenerasi organ-organ tubuh. Penelitian juga menunjukkan bahwa pasien dengan berat ideal akan lebih panjang umurnya dibandingkan dengan yang obesitas.
Masalahnya, kata Ari, adalah budaya berbuka puasa kita, apalagi pada minggu-minggu pertama yaitu “budaya balas dendam”. Beberapa Ibu mungkin berfikir bahwa anak-anak mereka telah berpuasa seharian, maka patut dibalas dengan makanan yang terbaik. Hal ini yang membuat harga-harga sembako dan lauk pauk menjadi meningkat. Inilah yang harus diingatkan kepada masyarakat semua.
Padahal hikmah puasa adalah pembatasan asupan kalori, pembatasan makan, sehingga selayaknya budaya balas dendam saat berbuka itu kita redam. Kalau kita konsisten menjalani hal ini maka hikmah mendapat kesehatan setelah berpuasa lebih dapat tercapai.
sumber(perempuan)